Oleh2 Prof Syamsa (batan)
Pada tanggal 22-23 April 2010, sebagai anggota DRN (Dewan Riset Nasional) yang baru, saya diundang menghadiri Workshop “Menghilirkan Riset Sains Dasar Menjadi Komoditas” yang diselenggarakan oleh Komisi Teknsi Sains Dasar di Hotel Safir Yogyakarta. Biasanya workshop hanya diisi acara ceramah, tanya jawab dan diskusi, tetapi pada workshop ini dilanjutkan dengan peninjauan ke pabrik pengolahan buah kelapa terpadu di daerah Bantul Yogyakarta, milik Prof. Dr. Bambang Setiaji, M.Sc. (Guru Besar Ilmu Kimia FMIPA UGM dan juga Ketua Komisi Teknis Sains Dasar DRN).
Yang membuat saya terkesan kepada Prof. Dr. Bambang Setiaji, M.Sc. adalah kemampuan beliau sebagai akademisi dibidang keilmuan dapat menggerakkan bisnis memberdayakan ekonomi masyarakat di desa, dalam pengolahan buah kelapa secara terpadu. Sebelumnya dilakukan sosialisasi yang beliau selenggarakan ditingkat desa penghasil buah kelapa yang pesertanya harus melibatkan penduduk desa setempat, minimum 50% dari jumlah peserta yang berminat. Karena itu beliau tidak tinggal di hotel di kota-kota besar, tetapi menginap di rumah Kepala Desa setempat. Setelah acara sosialisasi, kalau masyarakat desa berminat, dilanjutkan dengan program pendampingan selama 3 bulan yang dilakukan oleh mahasiswa PKL yang beliau beri honor Rp 2 juta per bulan.
Masyarakat diminta membentuk koperasi sebagai badan usaha agar mudah mendapatkan pinjaman, dengan syarat anggotanya maksimum 100 KK (Kepala Keluarga), kalau lebih maka dibentuk koperasi baru. Kalau anggota koperasi lebih dari 100 KK menjadi tidak efektif karena harus mengakomodasi banyak kemauan. Kemudian anggota koperasi dibagi empat kelompok yaitu:
(1) Pengolah air kelapa menjadi nata de coco;
(2) Pengolah daging kelapa menjadi minyak (VCO), blondo dan ampas;
(3) Pengolah tempurung kelapa menjadi briket, karbon aktif dan asap cair untuk pengawet ikan;
(4) Pengolah sabut kelapa menjadi serabut untuk jok mobil dan serbuk untuk media tanaman dan pupuk organik.
Melalui perusahaannya, beliau membuat dan mengembangkan sendiri mesin pemisah serabut kelapa, tungku destilasi minyak kelapa, mesin pencetak briket, mesin parut, alat pencetak sabun, alat pintal dll., dimana sebagian besar mekanisme dari mesin dilakukan secara manual, tidak menggunakan listrik agar mudah dioperasikan oleh masyarakat pedesaan. Mesin-mesin yang diperlukan masyarakat desa dapat beliau pasok dan dibuat sesederhana mungkin, menggunakan bahan-bahan yang mudah didapat, dan tidak dipatenkan hasil litkayasanya.
Permasalahan setelah berproduksi adalah bagaimana memasarkannya. Oleh karena itu beliau siap membeli semua produk hasil olahan buah kelapa dari koperasi desa, termasuk masyarakat binaan di luar Jawa dan Indonesia bagian Timur. Transaksi dan pembayarannya dilakukan secara harian. Barang diterima langsung dibayar, sehingga petani memiliki uang tunai yang dapat menggulirkan ekonomi pedesaan. Koperasi bertindak sebagai pemasok perusahaan pak Bambang, dikirim dalam bentuk jerigen berisi minyak kelapa (VCO), karung berisi sabut dan tempurung kelapa, dan toples plastik berisi nata de coco. Sehingga pabrik beliau tidak perlu gudang yang besar, pegawai yang banyak dan pengolah limba industri, karena semua proses pengolahan di lakukan di rumah-rumah penduduk.
Di pabrik pak Bambang dilakukan pengolahan lebih lanjut untuk menghasilkan nilai tambah. Minyak kelapa dibotolkan menjadi VCO (Virgin Coconut Oil), selain itu VCO juga diolah menjadi sabun mandi, bahan kosmetika (moisturizer cream, night cream, hand & body lotion, dll.), dan cairan anti nyamuk. Arang tempurung kelapa dicetak menjadi briket dan pak Bambang sudah menciptakan kompornya, sedangkan tempurung kelapa diolah menjadi liquid smoke untuk daging asap. Serabut kelapa disemprot cairan karet (lateks) disusun menjadi jok, bantal dan tempat tidur. Selain itu serabut kelapa diberi pewarna dan ditenun menjadi barang kerajinan atau keset warna-warni. Sebagian besar produk yang dihasilkan diekspor ke luar negeri.